3 Perilaku Manusia Yang Menunjukkan Pengakuan Adanya Yang Maha Kuasa

3 Perilaku Manusia Yang Menunjukkan Pengakuan Adanya Yang Maha Kuasa

Tentang adanya Dzat Yang Maha Kuasa sebagai pencipta, pengatur, pemilik dan penguasa alam semesta tampak juga pada perilaku hidup manusia sehari-hari. Keadaan dan perilaku manusia menjadi bukti sekaligus pengkuan yang jujur bahwa Dzat Yang Maha Kuasa itu pasti ada.

Perilaku manusia yang menjadi petunjuk sekaligus pengakuannya tentang adanya Dzat Yang Maha Kuasa diantaranya nya adalah sebagai berikut :

1. Tangisan Bayi Ketika Dilahirkan

http://kemanadicari.blogspot.co.id/

Setiap bayi yang baru dilahirkan pada umumnya menangis. Tangisan bayi tersebut adalah merupakan pengakuannya sebagai makhluk yang lemah sekaligus sebagai pengakuan adanya Dzat Yang Maha Kuasa diluar dirinya. Tangisan bayi ketika baru dilahirkan ataupun pada waktu dewasa pada  dasarnya adalah merupakan merupakan wujud permohonan bantuan dari Dzat Yang Maha Kuasa tersebut.

2. Peribadatan Primit

http://kemanadicari.blogspot.co.id/

Adanya perilaku dan peribadatan orang-orang yang primitive seperti pemberian sesajen ketempat-tempat yang di anggap keramat (kepercayaan animism dan dinamisme) adalah merupakan pengakuan manusia bahwa ada Dzat menguasai hidupnya. Terhadap Dzat yang dianggap dan diyakini Maha Kuasa tersebut dilakukanlah peribadatan untuk menyenangkannya sehingga perjalan hidupnya diberikan perlindungan dan kemudahan.

Adanya peribadatan primitive seperti disebutkan diatas pada dasarnya adalah merupakan perwujudan dari pengakuan manusia tentang adanya Sang Pencipta, Dzat yang Maha Kuasa yang mengatur perjalan hidup manusia dan alam semesta secara keseluruhan, akan tetapi disebabkan manusia primitive tidak mengenal siapa Dzat Maha Kuasa tersebut, maka muncullah praktek-praktek peribadatan sebagai wujud rasa berTuhan dengan tidak benar, seperti penyembahan patung-patung dan berhala-berhala.

3. Ungkapan-Ungkapan Manusia

http://kemanadicari.blogspot.co.id/

Dalam kehidupan sehari-hari manusia kita sering mendengar ungkapan yang keluar dari lisan manusia itu sendiri seperti : aduh..,semoga…, dan mudah-mudahan. Makna terdalam dari ungkapan-ungkapan seperti itu adalah merupakan doa dan harapan yang keluar secara spontanitas sebagai perwujudan dari pengakuan manusia itu sendiri betapa dirinya adalah makhluk yang lemah dan tak berkuasa dengan dirinya.

Semua ungkapan-ungkapan itu menunjukkan bahwa pada fitrahnya manusia mengakui akan adanya dzat yang Maha Kuasa sebagai pencipta, pengatur dan pemilik alam semesta sehingga secara spontan kepadanya disampaikan doa seperti ungkapan-ungkapan diatas. Dzat yang Maha Kuasa memenuhi keinginan dan harapan manusia, dapat memudahkan urusan persoalan sekaligus menyemogakan cita-citanya.

Konon menurut berbagai cerita, Lenin pendiri Negara komunitas Athis Unisoviet yang mengaku tidak ada Tuhan, tetapi dalam berbagai kesempatan dan perpisahan selau mengeluarkan ungkapan-ungkapan seperti : semoga kita berjumpa lagi, semoga rencana kita berhasil, mudah-mudahan apa yang kita rencanakan terwujud dan ungkapan-ungkapan lainnya yang senada.

Peristiwa ini menunjukkan bahwa sekalipun kelompok manusia secara lisan mengaku tidak adanya Tuhan sebagai pencipta, pemilik dan pengatur alam semesta, namun tanpa disadarinya perilaku yang di tampilkannya merupakan bahwa dirinya mengakui adanya Dzat yang Maha Kuasa tersebut.

Dan sebenarnya bukan hanya kalangan primitive, masyarakat modern pun tidak ada yang tidak berTuhan. Meskipun,sebagian mereka menyatakan bahwa mereka tidak percaya kepada adanya Tuhan alias Athies. Pada kenyataannya sering kali meminta bantuan dan bahkan bergantung kepada sesuatu, yang dianggapnya jauh lebih kuat dari dirinya. Kenapa demikian? Karena setiap kita menyadari betapa manusia ini demikian lemah. Jadi, pada dasarnya tidak ada seseorang pun yang benar-benar tidak berTuhan. Dulu, kini maupun nanti. Sebab makna berTuhan, sebenarnya adalah menempatkan ‘sesuatu’ menjadi pusat dan tujuan bagi kehidupan seseorang. Setiap manusia yang telah menempatkan ‘sesuatu’ sebagai pusat orientasi kehidupannya, maka ia telah menciptakan Tuhan dalam kehidupannya. Itu bisa berupa apapun, seseorang berTuhan kepada diri sendiri, pada kekuasaan, pada harta benda, pada wanita cantik, pada kesenangan duniawi, dan berbagai orientasi kehidupan yang mungkin. Jadi definisinya bisa dipastikan tidak ada orang yang berTuhan di dalam kehidupannya. Sekali lagi tidak ada orang yang tidak berTuhan, karena setiap kita memiliki kepentingan dan orientasi kehidupan yang mendominasi, dan itulah Tuhan kita …(Agus Mustofa; 2005: 4-5).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Kepemimpinan

Pengadaan Sarana Dan Prasarana Pendidikan

Pendekatan Tingkah Laku Pada Kepemimpinan