Makalah Akhlak Tasawuf tentang Akhlak moral etika dan asusila



BAB I
PENDAHULUAN
 

     Latar Belakang Penulisan
Dalam menjalani kehidupan suatu hal yang kita mantapkan adalah akhlak, etika, moral keyakinan kita kepada Allah SWT. Dalam kajian ini kita telah mengenal akhlak tasawuf yang membahas tentang perilaku dan kepercayaan tentang ketuhanan. Akhlak tasawuf ini sudah sepantasnya kita ketahui agar dalam menjalani kehidupan ini kita mengetahaui dan menjadi idealnya orang Islam. Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menjumpai perbedaan-perbedaan pemikiran dan aqidah yang mengiringi, dan kita harus pandai dalam memilih dan memilahnya dengan berlandaskan Al-qur’an dan Al-hadist.
Pemikiran yang berbeda merupakan penyebab saling menyalahkannya  antara lain yang kita ketahui adalah: Ahlussunnah Wal Jama’ah, Mu’tazilah Qodariyah dll. Yang semuanya memiliki pendapat masing-masing tentang tauhid/keyakinan atau tentang hal ketuhanan. Dan kita sebagai orang yang memegang agama Allah harus mengetahui manakah pemikiran yang benar dan yang salah, dalam memandangnya kita harus berpegang teguh pada Al-qur’an dan   Al-hadist. Hal ini merupakan hal penting yang harus di pelajari agar apa yang menjadi keyakinan kita tentang Allah tidak salah.
1.2. Rumusan Masalah
  1. Apakah pengertian dari akhlak, moral, etika dan asusila?
  2. Bagaimana objek kajian dari akhlak, moral, etika dan asusila?
  3. Apakah tujuan mempelajari akhlak, moral, etika dan asusila?
  4. Apa faedah dari mempelajari akhlak, moral, etika dan asusila?
 
1.3 Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui pengertian akhlak, moral, etika dan asusila.
  2. Untuk mengetahui objek kajian akhlak, moral, etika dan asusila.
  3. Untuk mengetahui tujuan mempelajari akhlak, moral, etika dan asusila.
  4. Untuk mengetahui faedah mempelajari akhlak, moral, etika dan asusila.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akhlak
Menurut Buku Akhlak Tasawuf karya Prof.Dr.H. Abuddin Nata, M.A
Akhlak berasal dari Bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata  akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, yang berarti kelakuan, tabi’at, watak dasar, kebiasaan kelaziman, peradaban yang baik dan agama.[1]
            Dari segi istilah, Imam al-Ghazali mengatakan akhlak adalah “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dam mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”[2]
            Dalam Da’iratul Ma’arifat Ilmu akhlak adalah Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya hingga terisi dengannya dan tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong daripadanya.[3]
Dilihat dari sudut bahasa (etimologi), perkataan akhlak (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari kata khulk. Khulk di dalam kamus Al-Munjid berarti budi pekerti, perangai tingkah laku tau tabiat.[4]
Di dalam Da’iratul Ma’arif  dikatakan:

اَلْاَخْلاَقُ هِىَ صِفَاتُ تُ اْلِانْسَانِ اْلاَدَبِيِّة
ُ

“Akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik”.Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perkataan baik, disebut akhlak yang mulia, atau perbuatan buruk, disebut akhlak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.
            Sedangkan menurut Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan kehendak. Ini berarti bahwa kehendak itu bisa dibiasakan akan sesuatu maka kebiasaannya disebut akhlak. Contohnya, bila kehendak itu dibiasakan memberi, maka kebiasaan itu ialah akhlak dermawan.
            Pada akhirnya bisa dikatakan bahwa Ilmu Akhlak adalah Ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang dalam keadaan sadar, maupun dalam keadaan tidak terpaksa dan sungguh-sungguh atau sebenarnya bukan perbuatan yang pura-pura.

2.1.1  Ruang Lingkup Akhlak

Ruang lingkup pembahasan Ilmu Akhlak adalah membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan baik atau buruk.[5]
Obyek pembahasan Ilmu Akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Jika kita katakana baik atau buruk, maka ukura yang harus digunakan adalah ukuran normatif. Selanjutnya kita katakana sesuatu itu benar atau salah, maka yang demikian itu juga termasuk masalah hitungan atau akal pikiran.


2.1.2  Sejarah Perkembangan Ilmu Akhlak

Dengan pendekatan religi, pertumbuhan dan perkembangan ilmu Akhlak dibagi menjadi 2 yaitu pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak di luar ajaran islam (non muslim) dan pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak dalam ajaran Islam.[6]


2.1.3          Ilmu Akhlak di Luar Agama Islam

a.      Akhlak pada bangsa Yunani
Pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak di Yunani baru  terjadi setelah muncul Sophisticians, yaitu orang-orang yang bijaksana (500-450 SM) setelah sebelumnya perhatian mereka hanya tertuju pada penyelidikan mengenai alam. Sejarah mencatat bahwa filasofi pertama dari Yunani yang mengemukakan pendapatnya mengenai akhlak adalah Scorates (469-399 M). Ia dipandang sebagai perintis Ilmu Akhlak. Setelah Scorates pun ada Cynics dan Cyrenics, Plato, Aristoteles, Stoics dan Epicurus. Keseluruhan ajaran akhlak yang mereka kemukakan bersifat rasionalistik. Penentuan baik dan buruk didasarkan pada pendapat akal pikiran yang sehat dari manusia. Ajaran akhlak merekan pun bersifat anthropocentris.[7]
b.  Akhlak pada agama Nasrani
Akhir abad ketiga Masehi agama Nasrani tersiar di Eropa dan membawa ajaran akhlak dari kitab Taurat dan Injil. Menurut ajaran ini, Tuhan adalah sumber akhlak. Tuhanlah yang menentukan dan membentuk patokan-patokan akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan social kemsyarakatan. Ajaran akhlak pada agama Nasrani bersifat teo-centri  (memusat pada Tuhan) dan sufistik (bercorak batin). Menurut agama Nasrani pendorong berbuat kebaikan ialah cinta dan iman kepada Tuhan berdasarkan petunjuk kitab Taurat.
c. Akhlak pada Bangsa Romawi ( Abad Pertengahan )
Kehidupan masyarakat di Eropa pada abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Ajaran akhlak yang lahir di Eropa itu adalah ajaran Akhlak yang dibangun dan merupan perpaduan antaraajaran Yunani dan ajaran Nasrani.
d.   Akhlak pada Bangsa Arab
Bangsa Arab pada zaman jahiliyah tidak punya ahli filsafat yang mengajak apada aliran atau paham tertentu. Pada masa itu mereka hanya memiliki ahli hikmah dan  syair. Dalam kata-kata hikmah dan syairnya akan dijumpai ajaran yang mendorong dan memerintahkan untuk berbuat baik dan menjauhi keburukan.
2.1.4.  Akhlak pada Agama Islam
Ajaran akhlak pada agama Islam bentuknya sempurna yang titik pangkalnya pada Tuhan dan akal manusia. Agama Islam pada intinya mengajak manusia agar percaya kepada Tuhan dan mengakui bahwa Dia-lah Pencipta, Pemilik, Pemelihara, Pelindung, Pemberi Rahmat, Pengasih dan Penyayang terhadap segala makhluk-Nya. Akhlak dalam Islam memiliki dua corak, corak yang pertama adalah normatif yang bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah yang bersifat mutlak dan absolut. Kedua adalah yang bercorak rasional dan kultural yang didasarkan kepada hasil pemikiran yang sehat serta adat-istiadat dan kebudayaan yang berkembang. Akhlak yang kedua ini bersifat relative, nisbi dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.[8]
2.1.5 Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Ilmu Akhlak berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia disegala bidang. Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju disertai dengan akhlak yang mulia, niscaya ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang dimilikinya itu akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan umat manusia.[9]
Ilmu Akhlak itu sendiri bertujuan untuk memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik dan buruk. Dalam perbuatan baik ia akan berusaha melakukannya dan dalam perbuatan yang buruk ia akan berusaha menghindarinya.

2.1.6 Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Lainnya
a. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf
Tujuan tasawuf sendiri adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Dengan demikian dalam memperoleh tujuan bertasawuf, seseorang haruslah berakhlak mulia.
b. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhid akan mengarahkan perbuatan manusia menjadi ikhlas, dan keikhlasan ini merupakan salah satu akhlak yang mulia. Ilmu tauhid tanpa akhlak yang mulia tidak akan ada artinya dan akhlak yang mulia tanpa tauhid tidak akan kokoh.
c. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa
Ilmu jiwa membahas tentang gejala-gejala kejiwaan yang ampak dalam tingkah laku. Melalui ilmu Jiwa dapat diketahui sifat-sifat psikologis yang dimiliki seseorang. Ilmu Jiwa membahas potensi rohaniah secara mendalam dan untuk mengembangkan Ilmu Akhlak kita dapat memanfaatkan informasi yang diberikan oleh Ilmu Jiwa ini.


d. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan

Ilmu pendidikan membahas tentang rumusan tujuan pendidikan, materi pembelajaran (kurikulum), guru, metode, sarana dan prasarana, lingkungan, proses belajar mengajar, dan lain sebagainya. Sedangkan Pendidikan Islam dan Ilmu Islam sangatlah berkaitan. Pendidikan Islam merupakan sarana yang mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang berakhlak.

e. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Filsafat
Ilmu Filsafat membahas tentang Tuhan, alam semesta dan makhlus seisinya. Dari pembahasan ini akan diketahui dan dirumuskan cara-cara berhubungan dengan Tuhan dan bagaimana memperlakukan makhluk dan alam sekitarnya. Dengan demikian itu akan dapat diwujudkan akhlak yang baik terhadap Tuhan, terhadap manusia, alam, dan makhluk Tuhan lainnya.
Secara teoritis akhlak berinduk pada 3 perbuatan utama yaitu :
1)    Hikmah (bijaksana)
2)    Syaja’ah (perwira/kesatria)
3)    Iffah (menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat)[10]
Dengan demikian inti akhlak adalah pada sikap adil dalam mempergunakan potensi rohaniah yang dimiiki manusia. Sikap pertengahan dalam menggunakan akal, amarah, dan nafsu syahwat menimbulkan sikap bijaksana, perwira dan dapat memelihara diri. Dan dari tiga sikap itu akan menimbulkan akhlak yang mulia.
Ulama akhlak menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan sifat para Nabi dan orang-orang sidiq, sedangkan akhlak yang buruk merupakan akhlak setan dan orang-orang tercela. Maka pada dasarnya akhlak itu dibagi menjadi dua macam, yaitu:
  1. Akhlak baik (al-akhlaqul mahmudah), yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain.
  2. Akhlak buruk atau tercela (al-akhlakul madzmumah), yaitu perbuatan buruk terhaap Tuhan , sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain.[11]

2.2 Pengertian Etika
Dari segi etimologis, etika berasal dari Bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Etika sifatnya humanistis  dananthropocentris, yakni berdasarkan pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.[12]
Beberapa pendapat para ahli mengenai Etika
·         Menurut Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
·         Menurut Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
·         Menurut Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya
·         Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994. yaitu secara umum¬nya sebagai berikut:
1. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya.
 2. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya.
3. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi.
4. Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir.
·         Menurut Maryani &Ludigdo : etika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia,baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau prifesi.
·         Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
·         Menurut Aristoteles: di dalam bukunya yang berjudul Etika Nikomacheia, Pengertian etika dibagi menjadi dua yaitu, Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. dan yang kedua yaitu, Manner dan Custom yang artinya membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
·         Menurut Kamus Webster: etika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara moral.
·         Menurut Ahli filosofi: Etika adalah sebagai suatu studi formal tentang moral.
·         Menurut Ahli Sosiologi: Etika adalah dipandang sebagai adat istiadat,kebiasaan dan budaya dalam berperilaku.[13]

Etika berhubungan dengan empat hal:
1.    Dari segi objek pembahasanetika membahas perbuatan manusia.
2.    Dari segi sumberEtika bersumber dari akal pikiran dan filsafat.
3.    Dari segi sifatnyaEtika bersifat temporer,tidak mutlak,lokal,terbatas,dan berubah sesuai tuntunan zaman
4.     Dari segi fungsinyaEtika berfungsi sebagai penilai,penentu terhadap suatu perbuatab yang dilakukan oleh manusia
Ulama akhlak menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan sifat para Nabi dan orang-orang sidiq, sedangkan akhlak yang buruk merupakan akhlak setan dan orang-orang tercela. Maka pada dasarnya akhlak itu dibagi menjadi dua macam, yaitu:
  1. Akhlak baik (al-akhlaqul mahmudah), yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain.
  2. Akhlak buruk atau tercela (al-akhlakul madzmumah), yaitu perbuatan buruk terhaap Tuhan , sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain.
2.2.1        Macam-macam Etika
Dalam membahas etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis itu sama halnya dengan berbicara tentang moral. Manusia disebut etis karena manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara ssebagai makhluk dengan penciptanya.  Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika yaitu sebagai berikut:[14]
a. Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan  dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu yang memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
b.   Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi etika normatif  merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
d. Etika metaetika
Merupakan sebuah cabang dari etika yang membahas dan menyelidiki serta menetapkan arti dan makna istilah-istilah normatif  yang diungkapkan lewat pertanyaan-pertanyaan etis yang membenarkan atau menyalahkan suatu tindakan. Istilsh-istilah normatif yang sering mendapat perhatian khusus, antara lain keharusan, baik, buruk, benar, salah, yang terpuji, tercela, yang adil, yang semestinya.
2.3.  Pegertian Moral
Dalam segi Bahasa Moral berasal dari Bahasa Latin, mores yang merupakan jamak dari kata mos  yang artinya adat kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia moral berarti penentuan baik-buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. [15]
Secara istilah moral berarti suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan secara layak, dapat dikatan benar, salah, baik atau buruk. [16]
Hal ini bukanlah nilai-nilai moral yang Allah tetapkan bagi kehidupan manusia bersama dengan apa yang telah Dia ciptakan. Al-Qur'an menyuruh manusia menjadi bermartabat, rendah hati, dapat dipercaya, baik budi, beriman, dewasa, dan mau mendengarkan. Al-Qur'an bahkan menggambar-kan jalan yang seharusnya kita tempuh, "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya, Allah tidak me-nyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Luqman :18)[17]


2.3.1 Macam- macam moral
1.    Moral keagamaan, merupakan moral yang selalu berdasarkan pada ajaran agama Islam.
2.    Moral sekuler, merupakan moral yang tidak berdasarkan pada ajaran agama dan hanya bersifat duniawi semata-mata.
2.4 Pengertian Susila
Susila atau kesusilaan berasal dari kata susila. Kata tersebut berasal dari Bahasa sansekerta, yaitu su dan sila. Su berarti baik, bagus dan sila berarti dasar, prinsip dan peraturan hidup atau norma. Kata susila dapat pula berarti sopan, beradap, baik budi bahasanya. Dan memiliki kesamaan arti dengan kesopanan. [18]
Pada dasarnya kesusilaan lebih mengacu kepada upaya membimbing, mengarahkan, memandu, membiasakan dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat juga menggambarkan orang yang selalu menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik. Ini sama halnya dengan moral.Norma ini didasarkan pada hati nurani atau akhlak manusia. Kesusilaan adalah norma yang hidup dalam masyarakat yang dianggap sebagai peraturan dan dijadikan pedoman dalam bertingkah laku. Norma kesusilaan dipatuhi oleh seseorang agar terbentuk akhlak pribadi yang mulia. Pelanggaran atas norma moral ada sanksinya yang bersumber dari dalam diri pribadi. Jika ia melanggar, ia merasa menyesal dan merasa bersalah.
Norma kesusilaan bersifat umum dan universal, dapat diterima oleh seluruh umat manusia. Sanksi bagi pelanggarnya, yaitu rasa bersalah dan penyesalan mendalam bagi pelanggarnya. Contoh norma kesusilaan, antara lain:[19]
a. Jujur dalam perkataan dan perbuatan
b. Menghormati sesama manusia
c. Membantu orang lain yang membutuhkan
d. Tidak mengganggu orang lain
e. Mengembalikan hutang.



2.5  Hubungan Etika, Moral dan Susila dengan Akhlak
Dilihat dari fungsi dan perannya, dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila dan akhlak sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan  yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya. Mereka saling berhubungan dan membutuhkan. Mereka berasal dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang berdasarkan petunjuk al-Qur’an dan hadits.[20]
Antara etika, moral dan susila pun bisa saja tidak sejalan dengan akhlak, ini terjadi pada masyarakat yang berpola pikir liberal, ateis dan sekuler sebagaimana terjadi di Barat. Akhlak Islamyang bersumber pada wahyu dapat menerima atau mengakui peranan yang dimainkan oleh etika, moral dan susil, yaitu sebagai sarana untuk menjabarkan akhlak islam yang terdapat pada al-Qur’an da al-hadist sepanjang etika, moral dan susila itu sejalan dengan al-Qur’an dan al-Hadits.

2.6  Perbedaan dan Persamaan Akhlak, Etika, moral, Kesusilaan
Dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa akhlak, etika, moral, dan kesusilaan sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya. Kesemua istilah tersebut sama sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriahnya. Objek dari akhlak, etika, moral, kesusilaan dan kesopanan yaitu perbuatan manusia, ukurannya yaitu baik dan buruk.[21]
Sedangkan perbedaan antara akhlak dengan etika, moral, kesusilaan dan kesopanan dapat kita lihat pada sifat dan kawasan pembahasannya, di mana etika lebih bersifat teoritis dan memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan susila lebih bersifat praktis, yang ukurannya adalah bentuk perbuatan. Serta sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk pun berbeda, di mana akhlak berdasarkan pada al-Qur’an dan al-Sunnah, etika berdasarkan akal pikiran, sedangkan moral, kesusilaan dan kesopanan berdasarkan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat.
Hubungan antara akhlak dengan etika, moral, kesusilaan dan kesopanan ini bisa kita lihat dari segi fungsi dan perannya, yakni sama-sama menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia untuk ditentukan baik dan buruknya, benar dan salahnya sehingga dengan ini akan tercipta masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tenteram serta sejahtera lahir dan batin.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa antara akhlak dengan etika, moral, kesusilaan dan kesopanan mempunyai kaitan yang sangat erat, di mana wahyu, akal dan adat adalah sebuah teori perpaduan untuk menentukan suatu ketentuan, nilai. Terlebih lagi akal dan adat dapat digunakan untuk menjabarkan wahyu itu sendiri. Rasulullah Saw bersabda, sebagaimana dikutip oleh Harun Nasution, yang dikutip ulang oleh Abuddin Nata, yaitu :

اَلدِّيْـنُ هُوَ الْعَـقْلُ لاَ دِيْـنَ لِـمَنْ لاَ عَـقْلَ لَـــهُ

Artinya: “Agama itu adalah penggunaan akal, tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal.

2.7 Objek Kajian Akhlak :
a.       Akhlak kepada Allah: yaitu bersikap sebagai seorang hamba Allah. Alasan perlunya akhlak terhadap Allah karena:
1.      Allah telah menciptakan manusia
2.      Allah memberi kelengkapan panca indra
3.      Allah menyediakan sarana kehidupan
4.      Allah memberikan kemampuan atau keahlian
b.      Akhlak kepada Rasulullah Saw, sebagai bentuk peneladanan dan kecintaan terhadap perbuatan Rasul.
c.       Akhlak kepada pribadi dan sesama manusia, bertumpu pada amar ma’ruf nahy munkar.
d.      Akhlak kepada lingkungan; bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah, menyangkut: pemanfaatan, pemeliharaan, dan pelestarian.[22]

2.8 Faedah Studi Akhlak
Manfaat pembelajaran Akhlak :
·         Memperkuat dan menyempurnakan Agama.
·         Mengenalkan konsep baik dan buruk berdasarkan ajaran Islam.
Definisi Baik dan Buruk :
a.       Pengertian baik atau khair adalah:
§  sesuatu yang sudah mencapau kesempurnaan,
§  sesuatu yang memiliki nilai kebenaran/nilai yang diharapkan,
§  sesuatu yang berhubungan dengan luhur, bermartabat, menyenangkan, dan disukai manusia.
b.      Buruk atau syarr, memiliki pengertian kebalikan dari baik.
c.       Pengertian baik dan buruk di atas bersifat subjektif, relative, tergantung individu yang menilainya.
Penentuan Baik dan Buruk;
·         Berdasarkan adat istiadat masyarakat (aliran sosialisme).
·         Berdasarkan akal manusia (hedonisme)
·         Berdasarkan intuisi (humanisme)
·         Berdasarkan kegunaan (utilitarianisme)
·         Berdasarkan agama (religiousisme)
Konsep Baik dalam ajaran Islam
1.      Hasanah; sesuatu yang disukai atau dipandang baik (QS. 16: 125, 28: 84)
2.      Tayyibah; sesuatu yang memberikan kelezatan kepada panca indera dan jiwa (QS. 2: 57).
3.      Khair; sesuatu yang baik menurut umat manusia (QS. 2: 158).[23]
4.      Mahmudah; sesuatu yang utama akibat melaksanakan sesuatu yang disukai Allah (QS. 17: 79).
5.      Karimah; perbuatan terpuji yang ditampakkan dalam kehidupan sehari-hari (QS. 17: 23).
6.      Birr; upaya memperbanyak perbuatan baik (QS. 2: 177).
Mengajarkan arti kebebasan dan tanggung jawab.

Makna Kebebasan:
1.      Kemampuan untuk menentukan diri sendiri, tidak dibatasi oleh orang lain.
2.      Kemampuan untuk melakukan sesuatu sesuai yang dimilikinya dan tujuan yang diinginkannya.
3.      Kemampuan  memilih kemungkinan-kemungkinan yang tersedia baginya.
4.      tidak dipaksa/terikat untuk membuat sesuatu yang tidak akan dipilihnya, berbuat dengan leluasa.

Manusia memiliki kebebasan;

1.      Manusia memiliki kebebasan untuk menentukan kemauannya (Qadariyah/Mu’tazilah).
2.      Kebebasan manusia dibatasi oleh Tuhan (Jabariyah/Asy’ariyah).
Dasar Kebebasan: QS. 3: 164, 18: 29, 41: 40.
Macam Kebebasan:
1.      Kebebasan jasmani (menggerakkan anggota tubuh).
2.      Kebebasan ruhani (berkehendak)
3.      Kebebasan moral.
Tanggung Jawab;
·         Kesediaan dasariah untuk melaksanaka apa yang menjadi kewajiban.
·         Kewajiban untuk melaksanakan segala sesuatu yang bertujuan untuk mempertahankan keadilan, keamanan, dan kemakmuran.
·         Menerima pembebanan sebagai akibat perbuatan sendiri.

Eksistensi Tanggung jawab;
·         berhubungan dengan perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran.
·         Tanggung jawab berhubungan dengan kebebasan berbuat , dimana kebebasan berbuat harus dapat dipertanggungjawabkan.
·         Hubungan antara kebebasan dan tanggung jawab meliputi:
Ø  kemampuan untuk menentukan diri sendiri
Ø  kemampuan untuk bertanggungjawab.
·         Mengajarkan tentang hak dan kewajiban.[24]



BAB III
KESIMPULAN
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Sedangkan etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang merupakan perbuatan. Dan jika moral adalah suatu tindakan yang sesuai dengan ukuran tindakan yang umum diterima oleh kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
Yang menjadi sumber akhlak adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela. Sumber akhlak adalah Al-Quran dan sunah. Jika  dalam etika untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk tolak ukur yang digunakan atau sumbernya adalah akal pikiran atau rasio (filsafat), sedangkan dalam pembicaraan moral tolak ukur yanng digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung dimasyarakat.
Akhlak terbagi menjadi dua macam, yaitu: akhlak mahmudah dan akhlak madzmumah. Jika etika terbagi menjadi tiga macam, yaitu: etika deskriptif, etika normatif dan etika metaetika. Sedangkan moral terbagi menjadi moral keagamaan dan moral sekuler.

Daftar Pustaka

Ebook. Menurut Buku Akhlak Tasawuf karya Prof.Dr.H. Abuddin Nata, M.A.
Ebook. Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994.
Ebook.Aristoteles: di dalam bukunya yang berjudul Etika Nikomacheia.




[1] Prof.Dr.H. Abuddin Nata, M.A, “Akhlak Tasawuf”,(RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2010) hal 8
[2]Ibid, hal 9
[3]Ibid, hal 10
[4]Ibid, hal 10-11
[5]Drs, H.A.Mustofa,”Akhlak Tasawuf”(Pustaka Setia: Bandung, 1997),hal 11-12

[6]Ibid, hal 12-13
[7]Ibid, hal 14
[8]Drs. Asraman As,M.A“Pengantar Akhlak Tasawuf”,(RajaGrafindo Persada: Jakarta, 1994) hal 1
[9]Ibid, hal 2
[10]Drs H.A Mustofa, Op.Cit. hal 26
[11]Prof. Dr. Abuddin Nata., M.A“Akhlak Tasawuf”,(RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2010) hal 13
[12]Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994.
[13]Ibid,.
[14]Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994.
[15]Lia Andani, Loc.Cit
[16]Ibid.,
[17]Ibid.,
[18]Drs.H.A.Mustofa, Op.Cit. hal 29-30
[19]Ibid, hal 30-31
[20]Prof.Dr.Abuddin Nata., M.A.”Akhlak Tasawuf”,(RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2010),hal 14-15
[21]Ibid, hal 15
[22]Prof.Dr.Abuddin Nata., M.A.”Akhlak Tasawuf”,(RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2010),hal 16
[23] Ibid, hal 16-17
[24]Ibid, hal 17-18

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Kepemimpinan

Pengadaan Sarana Dan Prasarana Pendidikan

Pendekatan Tingkah Laku Pada Kepemimpinan